Saat ini implementasi High Throughput Satellite (HTS) sebagai solusi konektivitas satelit yang lebih terjangkau di daerah-daerah underserved dan unserved di seluruh Indonesia sudah marak dijumpai. Terlebih lagi dengan meningkatnya ketersediaan layanan-layanan HTS yang menggunakan orbit Geostasioner (GSO) dan Non-Geostasioner baik itu orbit rendah (LEO) maupun orbit menengah (MEO) memberikan pilihan jenis layanan yang lebih bervariasi semakin meramaikan bisnis satelit di Indonesia.
Di saat yang sama, tantangan muncul terhadap bisnis satelit di Indonesia dengan adanya implementasi teknologi 5G yang salah satu rencananya akan menggunakan spektrum frekuensi satelit, termasuk Extended C Band. Diskusi terkait implementasi 5G ini juga perlu mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan bisnis satelit di Indonesia.
Dengan latar belakang ini, pada tanggal 31 Januari 2024 Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) mengadakan kegiatan “ASSI Satellite Business Review” dengan tema “High Throughput Satellite & 5G Implementation”. Pembahasan dibagi ke dalam 3 sesi yaitu technology update, HTS GSO and NGSO go to market strategy, dan 5G implementation challenge.
Pada sesi pertama dengan tema technology update, Turkish Aerospace Industries, perusahaan teknologi berbasis di Turki yang berfokus dalam desain, pengembangan, manufaktur, integrasi sistem kerdirgantaraan dan luar angkasa (Aircraft, Helicopter, UAS, Space System, Aerostructures), memaparkan portfolio-nya di bidang space system. Dalam beberapa tahun terakhir mereka telah berhasil melakukan pabrikasi satelit Earth Observetion dan Reconnaissance (GOKTURK-Y, MICRO, GOKTURK-1, GOKTURK-2, dan GOKTURK-3) serta satelit Communication (TURKSAT 6A, Small-GEO, ARSAT-SG1). Hal ini menunjukkan bahwa teknologi space system di Turki telah berkembang dengan pesat, termasuk kemampuan dalam merancang dan membangun sistem satelit sendiri. Memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang berpulau-pulau, dipandang penting bagi bangsa Indonesia untuk memiliki kemandirian bangsa di industri satelit guna menyongsong lompatan teknologi informasi dan Turkish Aerospace Industries telah mencontohkannya.
Selanjutnya, Tongyu Communication, salah satu global supplier perangkat Radio Frequency (RF) dan antena yang telah mendapatkan sertifikasi dari vendor-vendor sistem komunikasi seluler seperti Huawei, ZTE, Nokia dan Ericsson, memaparkan bahwa selain fokus sebagai penyedia antenna dan komponen perangkat 5G untuk seluler, Tongyu juga menyediakan perangkat ground station antenna, vehicle on-the-move antenna, portable antenna, dan perangkat RF & antena lainnya untuk sistem satelit. Fokus bisnis Tongyu terhadap pengembangan perangkat untuk industri seluler dan satelit juga sejalan dengan tren perkembangan teknologi telekomunikasi yang akan menuju konvergensi antara sistem seluler (jaringan terestrial) dan sistem satelit (jaringan non-terestrial).
Selain itu, demand terhadap narrowband satellite yang dianggap lebih low-cost dan low power juga akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan demand Internet of Things (IoT) pada segmen industri logistik, transportasi, maritim, oil & gas, serta pemerintahan. Hal ini disampaikan Imani Prima, Perusahaan IT dan Telekomunikasi Indonesia, melengkapi paparan Turkish Aerospace Industries dan Tongyu Communication pada sesi pertama Business Review ASSI tersebut.
Pada sesi ke-dua, 4 operator satelit Indonesia (Telkomsat, PSN, DTP, Kacific) memaparkan strategi dalam menyikapi perkembangan HTS GSO dan NGSO khususnya untuk pasar Indonesia. Sesi dimulai dengan paparan dari Telkomsat yang menyampaikan bahwa pada tahun 2024 ini, Telkomsat akan memiliki total 45 Gbps kapasitas satelit GSO (Satelit Merah Putih, HTS-113BT, Apstar-5D, Mysat-1) dan 180 Gbps kapasitas satelit NGSO (Starlink). Kapasitas tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan beberapa sektor yang meliputi ISP, pemerintah, banking & enterprise, sekolah, rumah sakit, serta wholesale kepada operator telekomunikasi lainnya.
Selanjutnya PSN memaparkan bahwa broadband market masih akan menjadi salah satu pasar yang menjanjikan bagi operator satelit. Sebagai strategi dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut, PSN akan menyediakan 165 Gbps kapasitas satelit GSO (Nusantara-1 dan Satria-1) serta rencana peluncuran satelit NUSANTARA-5 dengan kapasitas satelit sebesar 165 Gbps untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayah Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Selain itu, DTP, partner ekslusif Oneweb-Eutelsat, juga merencanakan akan segera melakukan roll-out untuk layanan sistem NGSO-nya, BuanterOne, di tahun 2024 dengan kapasitas kurang lebih 20Gbps. Selain mengelola kapasitas sistem NGSO, DTP juga memiliki 7.6 Gbps kapasitas satelit GSO. Dengan infrastruktur tersebut, DTP akan masuk ke dalam pasar enterprise, government, dan military. DTP telah melakukan trial untuk beberapa use case seperti cellular backhaul, ERP system, mobility and emergency response, maritime, dan IoT.
Sebagai penutup di sesi ke-dua, Kacific juga memaparkan terkait target pasar mereka yaitu education, economic development, community broadband, backhaul cellular, disaster response and relief, healthcare, tourism, dan government services. Kacific melayani pasar tersebut dengan dukungan kapasitas 60 Gbps dari satelit Kacific-1. Kacific juga sedang membangun satelit Kacific-2 untuk memperkuat layanan broadband di Indonesia.
Dalam sesi ke-dua tersebut, terlihat bahwa kapasitas satelit yang telah disiapkan oleh beberapa operator satelit di Indonesia telah mengalami peningkatan yang cukup significant. Peningkatan kapasitas tersebut juga didorong oleh perkembangan teknologi satelit baik HTS maupun konstelasi NGSO. Dengan bervariasinya layanan satelit tersebut, memberikan kesempatan bagi para kastamer untuk memilih sesuai preferensi masing-masing. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan kebutuhan kapasitas satelit di Asia Pasific untuk tahun 2024 mencapai lebih dari 400 Gbps. Sementara menurut NSR, kebutuhan kapasitas HTS baik HTS GSO maupun HTS NGSO pada tahun 2024 lebih dari 340 Gbps. Pertumbuhan kebutuhan kedepan bergantung pada berbagai aspek termasuk pertumbuhan ekonomi dan kemampuan atau konsumsi layanan telekomunikasi masing-masing segmen. Dengan data ketersediaan kapasitas satelit di atas, seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri Indonesia.
Selanjutnya pada sesi ke-tiga diawali dengan pembahasan rencana penggunaan pita frekuensi 3.5 GHz di Indonesia untuk 5G oleh perwakilan dari Kementrian Kominfo. Dimana berdasarkan peraturan baru, pita frekuensi tersebut direncanakan dan diutamakan untuk layanan 5G, sedangkan layanan satelit masih tetap dapat digunakan sebagai gateway dan pengendalian. Kementrian Kominfo juga menyampaikan beberapa dukungan kebijakan pemerintah terhadap industri satelit yaitu rencana penghentian layanan microwave link point-to-point di frekuensi Ku dan Ka band akan dihentikan secara bertahap. Pemerintah juga akan menyiapkan insentif terhadap penyediaan kapasitas satelit nasional.
ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telkomunikasi Seluruh Indonesia), yang diwakili oleh Telkomsel, memaparkan beberapa potensi penggunaan spektrum frekuensi bagi layanan 5G. ATSI juga menyampaikan beberapa potensi use case untuk implementasi 5G termasuk sistem arsitekturnya dan deployment cost. Dalam akhir paparannya, ATSI berharap kolaborasi antara operator seluler dan satelit dapat terus ditingkatkan, baik dalam pemanfaatan frekuensi 3.5 GHz maupun eksplorasi teknologi NTN.
Pada kesempatan ini, BRI juga menyampaikan terkait pentingnya pita frekuensi C untuk layanan satelit, khususnya untuk layanan perbankan. Layanan perbankan membutuhkan infrastruktur yang handal untuk menjaga agar terus berjalan dengan baik karena melibatkan transaksi finansial yang sensitif bagi pelanggan. Oleh karena itu dengan mempertimbangkan kondisi geografis wilayah Indonesia dan iklim tropis, maka layanan satelit di pita frekuensi C dinilai masih menjadi aspek yang strategis bagi layanan perbankan.
Selanjutnya akademisi dari ITB, Dr. Agung Harsoyo, menjelaskan terkait peluang dan tantangan dengan adanya 5G di Indonesia. Beliau juga menggarisbawahi bahwa pita frekuensi 700 MHz, 2.6 GHz, dan 26 GHz merupakan frekuensi yang dinilai cocok untuk layanan 5G di Indonesia. Terdapat juga peluang konvergensi antara layanan satelit dan seluler untuk dikembangkan bersama-sama sehingga manfaat dari layanan seperti 5G dapat juga dirasakan di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh kabel optik dan BTS. Salah satu model bisnis baru yang juga bisa dimanfaatkan dengan integrasi layanan satelit dan seluler adalah industrial private networks.
Menutup acara Satellite Business Review tersebut, Kepala Bidang Event & Conference ASSI menyampaikan ucapan terima kasih bagi seluruh sponsor dan anggota ASSI atas kontribusi, partisipasi dan dukungannnya sehingga acara Satellite Business Review tahun 2024 ini dapat berjalan dengan lancar dan diharapkan memberikan update terkait perkembangan industri satelit di Indonesia kepada seluruh stakeholder ASSI.
Ketua Umum ASSI
No Comment